VISI
DAN MISI CALON ANGGOTA DPD RI DALAM
PEMILU TAHUN 2014
Oleh
: Drs H Hendro Martojo MM
Calon Anggota DPD RI dalam Pemillu 2014
Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN
Memenuhi permintaan dari Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah. Pada
tanggal 20 September 2013 nomor 1122/KPUProv-012/11/IX/2013, dimana tiap Calon
Anggota DPD RI diminta menyusun dan menyampaikan Visi dan Misi sebagai Calon Anggota DPD RI
kepada KPU melalui KPU Provinsi Jawa Tengah.
Political Reform juga Institusional Reform sebagai bagian dari reformasi yang melanda
negeri ini, menumbuhkan semangat untuk lebih menata kembali ketata negaraan
yang telah ada. Hal ini bertujuan untuk lebih menata kembali ketata negaraan menjadi
lebih demokratis yang mengedepankan ceck and balances dalam lembaga-lembaga
negara.
Pendulum pembagian kekuasaan yang dulu bergeser kearah eksekutif yang
kuat ( strong executive power ) bergeser
kearah sebaliknya, yaitu bergeser pada legislatif yang lebih kuat (stong legislative power ). Dimana
kekuasaan legislatif tidak semata-mata bertumpu pada keterwakilan politik saja,
tapi seperti di negara-negara modern termasuk adanya keterwakilan regional atau kewilayahan.
Itulah yang diaplikasikan dalam perpolitikan sebagai keterwakilan dalam bidang
politik dilakukan oleh DPR RI dan keterwakilan kewilayahan diwujudkan dalam DPD
RI, karena keduanya adalah perwakilan, pemilihannya pun dilaksanakan dengan
sistem yang sama yaitu pemilihan secara langsung dalam Pemilu yang sama.
Dalam amandemen ke tiga UUD 1945, lahirlah pasal-pasal yang melahirkan
lembaga negara yang baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah, sebagaimana tersebut
dalam pasal 22C dan 22D BAB VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah dan sebagai
pelaksanaannya pasal-pasal tersebut terbitlah Undang-undang nomor 27 tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), dan prosedur kerjanya tertuang dalam
undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
undangan (P3).
Gagasan fundamental dengan mengamandemen UUD 1945, yang antara lain
melahirkan lembaga negara baru seperti DPD, merupakan koreksi dari sistem
sebelumnya yang dianut yaitu pembagian kekuasaan ( Distribusion of Power) kearah pemisahan kekuasaan ( Separation of Power), dimana implikasi
kebijakan ini adanya keterwakilan politik dan keterwakilan daerah atau region,
menambah kuatnya penyaluran aspirasi politik dan aspirasi daerah untuk
menunjang dan mengawal sisi fondamental kedua adalam amandemenj yaitu
terwujudnya penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Makna lain pembentukan DPD adalah untuk menjembatani kepentingan daerah
dan nasional, juga untuk memperpendek arus aspirasi pemerintah daerah kepemerintah
pusat, sehingga sisi lain dari keberadaan DPD ini untuk menjadi lem perekat
yang kuat, yang bila hanya dihubungkan secara politis saja dirasa belum cukup.
Dimana semangat otonomi daerah untuk menjamin keutuhan, Integriasi wilayah negara.
DPD didesain memang dalam semangat negara kesatuan, bukan seperti “Senat”
dalam negara federasi, atau “kamar kedua” dalam negara eropa yang menganut
sistem dua kamar yang murni. Konstruksi ini lebih cocok bagi negara kepulauan
dan kesatuan yang berbentuk republik presidensiil seperti Indonesia, sehingga
pulau-pulau yang tersebar diikat dalam satu wilayah propinsi, selanjutnya
wilayah propinsi diwakili dalam parlemen dalam bentuk Dewan Perwakilan Daerah.
Tugas mengawal otonomi daerah bagi
sebuah negara kesatuan, yang “terpecah” dalam urusan dan kepentingan politik,
akan sangat rawan dengan sengketa yang menjurus kepada disintegrasi. Segingga
diperlukan sabuk pemersatu dari teritorial yang terpecah pecah dalam urusan
politik tadi dipererat disatu padukan kembali dalam semangat Teritorial yang berbasiskan otonomi
daerah oleh wakil wakil daerah dalam parlemen yang namanya Dewan Perwakilan
Daerah.
DPD KINI DAN
MENDATANG
A. DPD RI sebelum yudicial reviev MK
Keberadaan DPD sejak kelahirannya sebenarnya diharapkan untuk menjadi
“saudara” kembar dari DPR RI, menjadi Regional Representation bagi DPD RI
dan Political
Representatiaon bagi DPR RI. Desain dan konstruksi dalam UUD 45 dalam
pasal-pasal 22C maupun 22D menunjukkan hal tersebut, yang meliputi kesetaraan
dengan DPR RI dan Presiden dalam kewenangan mengajukan RUU, kewenangan DPD RI ikut membahas UU,
kewenangan DPD RI memberikan persetujuan atas RUU dan keterlibatan DPD dalam
penyusunan Prolegnas.
Dalam perkembangannya, yang muncul dalam UU 27 tahun 2009 tentang MD3 dan
UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan yang
menjadikan DPD RI “mandul”, ini terlihat dari aktivitas DPD RI selama ini yang
kurang greget dalam ikut terlibat dalam masalah-masalah nasional, baik dalam
bidang legislasi, pengawasan, bahkan terkesan tidak punya peran sama sekali.
DPD RI sendiri mengakui bahwa
dengan posisi yang serba “nanggung” dalam sistem ketata negaraan Indonesia, peran
DPD RI sebagai lembaga penyeimbang ( Check
and Balance ) menjadi jauh panggang dari api, tidak bisa berfungsi secara
minimal ( apalagi optimal dan maksimal ), ini berimplikasi yang luas bagi
perjalanan untuk meng “gol” kan berbagai aspirasi daerah apalagi mampu
merealisasikannya.
Lembaga ini dalam bidang-bidang tersebut diatas, dilihat masyarakat
diantara ada dan tiada, tapi cerderung tiada. Ini terbukti meskipun sosialisasi
DPD cukup gencar, namun tdk atau belum bisa mengubah “image” masyarakat sebagai
lembaga yang tidak punya peran. Sehingga tidak heran kadang timbul kesan atau
pertanyaan bahwa DPD itu “partai apa?”
Kesan dan praktek ketata negaraan
itulah yang terjadi, meskipun tidak harus “hingar bingar” seperti DPR RI, namun
dalam periode pertama maupun paruh perjalanan periode ke dua, DPD RI belum
mampu menunjukkan jati dirinya sebagai Regional
Representation, sebagai penyeimbang
dari Political Representation DPR RI
dan pemerintah. Kesan selanjutnya dalam periodisasi diatas bahwa sosok DPD RI
sebagai akibat ekstistensi yang antara nampak dan tidak nampak ini, sebagai
lembaga “pelengkap penyerta”.
B. DPD RI Setelah Yudicial Reviev
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Maret 2012 yang final
dan mengikat, telah “men de-reduksi”
pasal-pasal tertentu mengenai DPD RI dalam UU 27 tahun 2009 tentang MD3 dan UU
12 tahun 2001 tentang P3, dimana dalam keputusan MK tersebut tafsiran kata “Dapat” dalam UUD 1945 dimaknai lebih
tegas, yaitu DPD “mempunyai hak atau kewenangan” yang setara dengan DPR RI dan
Presiden untuk mengajukan RUU. Sedangkan kalimat “ikut membahas” dimaknai bahwa DPD RI ikut membahas setiap RUU yang
berkaitan kewenangan DPD RI yaitu tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya
alam dan sumber daya ekonomi, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kesetaraan dengan DPR RI dipenghujung masa bhakti DPD RI 209-2014, memang sudah nampak dengan keputusan MK tersebut.
Namun aplikasinya memang masih perlu kualitas pendekatan-pendekatan dengan DPR
RI, untuk dalam tingkat-tingkat pembahasan RUU di DPR RI tentang RUU tertentu
melibatkan DPD RI untuk “ikut serta” membahasnya sebagai cermin dari Regional
Representation, tapi dalam pengambilan keputusan DPD RI tidak ikut
serta, karena dalam UUD ditegaskan bahwa yang membuat UU adalah DPR dan
Pemerintah.
Dengan demikian pasca yudicial reviev
MK pembahasan RUU oleh DPR RI dan Pemerintah harus melibatkan DPD RI, bila
tetap menggantung karena ada kemungkinan DPD RI tidak “berkenan” sharing
kewenangan ini, maka anggota DPD harus berju8ang untuk menegakan konstitusi,
sekaligus memperkuat keseimbangan baru dalam tata kelola manejemen pemerintahan
dan juga lebih memperkuat demokrasi yang belum tertampung dalam representasi
politik.
MASALAH KEDEPAN
Masalah utama bagi DPD kedepan adalah bagaimana mewujudkan eksistensi,
kompetensi dan keikutsertaan dalam regulasi dan legislasi sesuai ruang lingkup
yang daimanahkan oleh konstitusi.
Pengawasan
adalah bagian lain dari fungsi DPD dalam manajemen ketatanegaraan RI, dengan
demikian jalannya pemerintah dan pemerintah daerah akan semakin lempang, karena
ada lembaga negara satu lagi yang ikut serta dalam pengawasan.
Maksud pembentuk UUD dengan mengadakan lembaga negara baru DPD ini tentunya
untuk antara lain pemerintah pusat memperhatikan keseimbangan pertumbuhan antar
daerah lewat pemberian otonomi khusus, memperhatikan issu penting dan strategis
yang mencul dan mencuat di daerah, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, bagaimana
sumberdaya alam dan ekonomi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sumber daya manusia anggota DPD relatif baru dalam bidang politik dan
pengetahuan tentang aplikasi otonomi daerah. Ini akan berpengaruh pada
gencarnya aktivitas dan kegiatan DPD di daerah masing-masing.
Pola hubungan dan kerjasama yang strategis dan sinergis, antara pusat dan
daerah, merupakan bagian lain yang harus mendapat pencermatan dari anggota DPD.
Kesetaraan antara DPD dan DPR sangat penting, karena bagaimanapun dua
lembaga negara ini tergabung dalam MPR, dan yang lebih penting lagi bahwa kedua
lembaga ini akan merupakan lekuatan yang besar buntuk menjadi lem
perekat persatuan bangsa, sinergi antara keterwakilan politik dan
keterwakilan daerah.
Masalah penting lain yang muncul
akibat lembaga negara ini kurang berfungsi minimal, yaitu penyampaian aspirasi
rakyat dan daerah menjadi tidak terakomodasi, ini kelihatan dari ketidak “pede”
an anggota-anggota DPD di masyarakat, yang muncul adalah agenda-agenda yang
bukan merupakan tugas pokok DPD seperti sosialisasi empat pilar berbangsa dan
bernegara, yang mestinya bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi
atau lembaga yang lain, yang kompeten seperti Pramuka atau Depdiknas dan Dinas
Pendidikan disemua tingkatan dan Departemen Agama lewat kurikulum yang baku mulai
sekolah dasar/madrasah ibdaiyah sampai SMTA.
VISI DAN MISI
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah dalam
perjalanan sejarah ketata negaraan Indonesia akan memasuki periodisasi ke tiga,
dimana kewenanngan yang dimilikinya atas dasar keputusan MK bulan Maret 2013
dikembalikan sebagaimana amanat pasal 22C dan 22D UUD 1945, namun dalam prktek
pelaksanaannya masih mengalami kendala-kendala seperti :
1.
Keberadaannya belum menemukan format dan struktur kelembagaan
yang diharapkan, yaitu mampu menjadikan DPD sebagai lembaga politik yang
mencerminkan “Regional Representation” yang
mampu mengangkat issu lokal yang strategis ketingkat pemecahan secara nasional.
2.
Latar belakang anggotanya beragam dan rata-rata baru dalam
kehidupan berpolitik dan praktik-praktik pelaksanaan otonomi daerah dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah pada umumnya
3.
Peningkatan peran DPD baik dalam bidang legislasi, pengawasan
dan konsultatif, perlu digerakkan terus menerus dengan pemperkuat partisipasi
anggota untuk mengadakan terobosan hukum dan politik untuk memaksimalkan fungsi
dan peran DPD.
4.
DPD belum mampu meningkatkan kesetaraan sebagai lembaga
negara dengan DPR RI terutama secara kualitas.
5.
Pemenuhan dan perwujudan aspirasi rakyat dan daerah Jawa
Tengah yang strategis, dan pemecahan masalah daerah jawa tengah dalam forum DPD
sangat kurang.
6.
Masalah daerah Jawa tengah yang cukup banyak baik dalam
pengentasan kemiskinan, perbaikan infra struktur, peningkatan kesejahteraan
yang adil dan merata yang belum terpenuhi.
7.
Peningkatan mutu pendidikan sekaligus kualitas gaji para
pendidiknya baik tenaga wiyata bhakti di sekolah negeri maupun swasta yang
belum memadai dan perlu diperjuangkan peningkatannya.
8.
Peningkatan kerukunan beragama menuju kepada masyarakat yang
saling asih, asah, asuh di Jawa Tengah.
Dari berbagai issu dan perjalanan DPD
selama ini baik sebelum maupun setelah yudicial reviev MK dan berbagai masalah yang dihadapi kedepan,
diketengahkan rumusan Visi dan Misi sbb :
VISI :
“Memperjuangkan aspirasi
rakyat dan daerah Jawa Tengah pada DPD RI sebagai lembaga negara yang setara
dan mampu mengawal dan memperjuangkan
aspirasi rakyat dan daerah menuju
pelaksanaan otonomi daerah yang luas untuk kesejahteraan rakyat dalam wadah
Negara Kesatuan RI”
Misi :
1. Memperjuangkan aspirasi rakyat daerah Provinsi Jawa Tengah
pada khususnya dan Indonesia pada
umumnya, dalam mewujudkan pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
2. Mengangkat dan mengedepankan issu-issu yang penting dan
strategis daerah, agar mendapat
perhatian dan penangan yang cepat oleh pemerintah pusat maupun daerah.
3. Memperjuangkan kesetaraan DPD RI sebagai lembaga negara yang
berperan sebagai “ regional representation”.
4. Mengembangkan pola hubungan yang strategis dan sinergis antar
anggota DPD dari Jawa Tengah maupun antar anggota DPD serta dengan anggota
lembaga legislatif yang lain, demi terwujudnya aspirasi rakyat dan daerah.
5. Mengoptimalkan fungsi kantor DPD di daerah, dan waktu sebagai
anggota DPD untuk melayani segenap aspirasi rakyat dan daerah, memperjuangkan
terwujudnya aspirasi rakyat dan daerah dengan sepenuh tenaga.
6. Memperjuangkan sepenuhnya permasalahan strategis yang muncul
dan dihadapi rakyat dan daerah seperti masalah peningkatan kualitas pendidikan
dan pendidiknya, serta kualitas gajinya terutama yang berstatus wiyata bhakti
di sekolah negeri maupun swasta, untuk
mendapat pemecahan dan penangannya oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
7. Mengedepankan kerukunan intern dan antar umat beragama di
Jawa Tengah menuju masyarakat yang saling asih, asah dan asuh dan ukuwah
insaniah.
PENUTUP
Fungsi satu lembaga negara ditentukan
oleh kewenangan yang ada pada lembaga tersebut, sistem kerja dan orang yang ada
dilembaga tersebut. Demikian pula DPD RI, kedepan lembaga ini pada periodisasi
ke tiga, periode 2014-2017 DPD dengan
kewenangan yang “baru” dari hasil Keputusan MK 2013, sistem kerja yang lebih
sistemik diplomatis, akan mampu mewujudkan fungsi DPD secara minimal syukur
bisa optimal apalagi maksimal, hal ini tentunya akan berimplikasi pada peran
DPD RI untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah akan lebih maksimal
pula.
1 komentar:
Calon DPD RI Sumatera Selatan https://nandriani.com/
Posting Komentar