Kamis, 05 Desember 2013

VISI DAN MISI CALON ANGGOTA DPD RI DALAM PEMILU TAHUN 2014

VISI DAN MISI CALON ANGGOTA DPD RI DALAM  PEMILU TAHUN 2014




                       Oleh : Drs H Hendro Martojo MM
               Calon Anggota DPD RI dalam Pemillu 2014
                                 Provinsi Jawa Tengah

 PENDAHULUAN
Memenuhi permintaan dari Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah. Pada tanggal 20 September 2013 nomor 1122/KPUProv-012/11/IX/2013, dimana tiap Calon Anggota DPD RI diminta menyusun dan menyampaikan  Visi dan Misi sebagai Calon Anggota DPD RI kepada KPU melalui KPU Provinsi Jawa Tengah.
Political Reform juga Institusional Reform sebagai bagian dari reformasi yang melanda negeri ini, menumbuhkan semangat untuk lebih menata kembali ketata negaraan yang telah ada. Hal ini bertujuan untuk lebih menata kembali ketata negaraan menjadi lebih demokratis yang mengedepankan ceck and balances dalam lembaga-lembaga negara.
Pendulum pembagian kekuasaan yang dulu bergeser kearah eksekutif yang kuat ( strong executive power ) bergeser kearah sebaliknya, yaitu bergeser pada legislatif yang lebih kuat (stong legislative power ). Dimana kekuasaan legislatif tidak semata-mata bertumpu pada keterwakilan politik saja, tapi seperti di negara-negara modern termasuk adanya  keterwakilan regional atau kewilayahan. Itulah yang diaplikasikan dalam perpolitikan sebagai keterwakilan dalam bidang politik dilakukan oleh DPR RI dan keterwakilan kewilayahan diwujudkan dalam DPD RI, karena keduanya adalah perwakilan, pemilihannya pun dilaksanakan dengan sistem yang sama yaitu pemilihan secara langsung dalam Pemilu yang sama.
Dalam amandemen ke tiga UUD 1945, lahirlah pasal-pasal yang melahirkan lembaga negara yang baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah, sebagaimana tersebut dalam pasal 22C dan 22D BAB VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah dan sebagai pelaksanaannya pasal-pasal tersebut terbitlah Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), dan prosedur kerjanya tertuang dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (P3).
Gagasan fundamental dengan mengamandemen UUD 1945, yang antara lain melahirkan lembaga negara baru seperti DPD, merupakan koreksi dari sistem sebelumnya yang dianut yaitu pembagian kekuasaan ( Distribusion of Power) kearah pemisahan kekuasaan ( Separation of Power), dimana implikasi kebijakan ini adanya keterwakilan politik dan keterwakilan daerah atau region, menambah kuatnya penyaluran aspirasi politik dan aspirasi daerah untuk menunjang dan mengawal sisi fondamental kedua adalam amandemenj yaitu terwujudnya penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Makna lain pembentukan DPD adalah untuk menjembatani kepentingan daerah dan nasional, juga untuk memperpendek arus aspirasi pemerintah daerah kepemerintah pusat, sehingga sisi lain dari keberadaan DPD ini untuk menjadi lem perekat yang kuat, yang bila hanya dihubungkan secara politis saja dirasa belum cukup. Dimana semangat otonomi daerah untuk menjamin keutuhan, Integriasi wilayah negara.
DPD didesain memang dalam semangat negara kesatuan, bukan seperti “Senat” dalam negara federasi, atau “kamar kedua” dalam negara eropa yang menganut sistem dua kamar yang murni. Konstruksi ini lebih cocok bagi negara kepulauan dan kesatuan yang berbentuk republik presidensiil seperti Indonesia, sehingga pulau-pulau yang tersebar diikat dalam satu wilayah propinsi, selanjutnya wilayah propinsi diwakili dalam parlemen dalam bentuk Dewan Perwakilan Daerah.
Tugas mengawal otonomi daerah bagi sebuah negara kesatuan, yang “terpecah” dalam urusan dan kepentingan politik, akan sangat rawan dengan sengketa yang menjurus kepada disintegrasi. Segingga diperlukan sabuk pemersatu dari teritorial yang terpecah pecah dalam urusan politik tadi dipererat disatu padukan kembali dalam semangat Teritorial yang berbasiskan otonomi daerah oleh wakil wakil daerah dalam parlemen yang namanya Dewan Perwakilan Daerah.
DPD KINI DAN MENDATANG

A.     DPD RI sebelum yudicial reviev MK
Keberadaan DPD sejak kelahirannya sebenarnya diharapkan untuk menjadi “saudara” kembar dari DPR RI, menjadi Regional Representation bagi DPD RI dan Political Representatiaon bagi DPR RI. Desain dan konstruksi dalam UUD 45 dalam pasal-pasal 22C maupun 22D menunjukkan hal tersebut, yang meliputi kesetaraan dengan DPR RI dan Presiden dalam kewenangan mengajukan  RUU, kewenangan DPD RI ikut membahas UU, kewenangan DPD RI memberikan persetujuan atas RUU dan keterlibatan DPD dalam penyusunan Prolegnas.
Dalam perkembangannya, yang muncul dalam UU 27 tahun 2009 tentang MD3 dan UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan yang menjadikan DPD RI “mandul”, ini terlihat dari aktivitas DPD RI selama ini yang kurang greget dalam ikut terlibat dalam masalah-masalah nasional, baik dalam bidang legislasi, pengawasan, bahkan terkesan tidak punya peran sama sekali.
DPD RI  sendiri mengakui bahwa dengan posisi yang serba “nanggung” dalam sistem ketata negaraan Indonesia, peran DPD RI sebagai lembaga penyeimbang ( Check and Balance ) menjadi jauh panggang dari api, tidak bisa berfungsi secara minimal ( apalagi optimal dan maksimal ), ini berimplikasi yang luas bagi perjalanan untuk meng “gol” kan berbagai aspirasi daerah apalagi mampu merealisasikannya.
Lembaga ini dalam bidang-bidang tersebut diatas, dilihat masyarakat diantara ada dan tiada, tapi cerderung tiada. Ini terbukti meskipun sosialisasi DPD cukup gencar, namun tdk atau belum bisa mengubah “image” masyarakat sebagai lembaga yang tidak punya peran. Sehingga tidak heran kadang timbul kesan atau pertanyaan bahwa DPD itu “partai apa?”
Kesan dan praktek ketata negaraan itulah yang terjadi, meskipun tidak harus “hingar bingar” seperti DPR RI, namun dalam periode pertama maupun paruh perjalanan periode ke dua, DPD RI belum mampu menunjukkan jati dirinya sebagai Regional Representation, sebagai penyeimbang dari Political Representation DPR RI dan pemerintah. Kesan selanjutnya dalam periodisasi diatas bahwa sosok DPD RI sebagai akibat ekstistensi yang antara nampak dan tidak nampak ini, sebagai lembaga “pelengkap penyerta”.

B.      DPD RI Setelah Yudicial Reviev
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Maret 2012 yang final dan mengikat, telah “men de-reduksi” pasal-pasal tertentu mengenai DPD RI dalam UU 27 tahun 2009 tentang MD3 dan UU 12 tahun 2001 tentang P3, dimana dalam keputusan MK tersebut tafsiran kata “Dapat” dalam UUD 1945 dimaknai lebih tegas, yaitu DPD “mempunyai hak atau kewenangan” yang setara dengan DPR RI dan Presiden untuk mengajukan RUU. Sedangkan kalimat “ikut membahas” dimaknai bahwa DPD RI ikut membahas setiap RUU yang berkaitan kewenangan DPD RI yaitu tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kesetaraan dengan DPR RI dipenghujung masa bhakti DPD RI 209-2014,  memang sudah nampak dengan keputusan MK tersebut. Namun aplikasinya memang masih perlu kualitas pendekatan-pendekatan dengan DPR RI, untuk dalam tingkat-tingkat pembahasan RUU di DPR RI tentang RUU tertentu melibatkan DPD RI untuk “ikut serta” membahasnya sebagai cermin dari Regional Representation, tapi dalam pengambilan keputusan DPD RI tidak ikut serta, karena dalam UUD ditegaskan bahwa yang membuat UU adalah DPR dan Pemerintah.
Dengan demikian pasca yudicial reviev MK pembahasan RUU oleh DPR RI dan Pemerintah harus melibatkan DPD RI, bila tetap menggantung karena ada kemungkinan DPD RI tidak “berkenan” sharing kewenangan ini, maka anggota DPD harus berju8ang untuk menegakan konstitusi, sekaligus memperkuat keseimbangan baru dalam tata kelola manejemen pemerintahan dan juga lebih memperkuat demokrasi yang belum tertampung dalam representasi politik.

MASALAH KEDEPAN
Masalah utama bagi DPD kedepan adalah bagaimana mewujudkan eksistensi, kompetensi dan keikutsertaan dalam regulasi dan legislasi sesuai ruang lingkup yang daimanahkan oleh konstitusi.
Pengawasan adalah bagian lain dari fungsi DPD dalam manajemen ketatanegaraan RI, dengan demikian jalannya pemerintah dan pemerintah daerah akan semakin lempang, karena ada lembaga negara satu lagi yang ikut serta dalam pengawasan.
Maksud pembentuk UUD dengan mengadakan lembaga negara baru DPD ini tentunya untuk antara lain pemerintah pusat memperhatikan keseimbangan pertumbuhan antar daerah lewat pemberian otonomi khusus, memperhatikan issu penting dan strategis yang mencul dan mencuat di daerah, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, bagaimana sumberdaya alam dan ekonomi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sumber daya manusia anggota DPD relatif baru dalam bidang politik dan pengetahuan tentang aplikasi otonomi daerah. Ini akan berpengaruh pada gencarnya aktivitas dan kegiatan DPD di daerah masing-masing.
Pola hubungan dan kerjasama yang strategis dan sinergis, antara pusat dan daerah, merupakan bagian lain yang harus mendapat pencermatan dari anggota DPD.
Kesetaraan antara DPD dan DPR sangat penting, karena bagaimanapun dua lembaga negara ini tergabung dalam MPR, dan yang lebih penting lagi bahwa kedua lembaga ini akan merupakan lekuatan yang besar buntuk menjadi lem perekat persatuan bangsa, sinergi antara keterwakilan politik dan keterwakilan daerah.
Masalah penting lain yang muncul akibat lembaga negara ini kurang berfungsi minimal, yaitu penyampaian aspirasi rakyat dan daerah menjadi tidak terakomodasi, ini kelihatan dari ketidak “pede” an anggota-anggota DPD di masyarakat, yang muncul adalah agenda-agenda yang bukan merupakan tugas pokok DPD seperti sosialisasi empat pilar berbangsa dan bernegara, yang mestinya bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi atau lembaga yang lain, yang kompeten seperti Pramuka atau Depdiknas dan Dinas Pendidikan disemua tingkatan dan Departemen Agama lewat kurikulum yang baku mulai sekolah dasar/madrasah ibdaiyah sampai SMTA.
  

VISI DAN MISI
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah dalam perjalanan sejarah ketata negaraan Indonesia akan memasuki periodisasi ke tiga, dimana kewenanngan yang dimilikinya atas dasar keputusan MK bulan Maret 2013 dikembalikan sebagaimana amanat pasal 22C dan 22D UUD 1945, namun dalam prktek pelaksanaannya masih mengalami kendala-kendala seperti :
1.      Keberadaannya belum menemukan format dan struktur kelembagaan yang diharapkan, yaitu mampu menjadikan DPD sebagai lembaga politik yang mencerminkan  “Regional Representation” yang mampu mengangkat issu lokal yang strategis ketingkat pemecahan secara nasional.
2.      Latar belakang anggotanya beragam dan rata-rata baru dalam kehidupan berpolitik dan praktik-praktik pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada umumnya
3.      Peningkatan peran DPD baik dalam bidang legislasi, pengawasan dan konsultatif, perlu digerakkan terus menerus dengan pemperkuat partisipasi anggota untuk mengadakan terobosan hukum dan politik untuk memaksimalkan fungsi dan peran DPD.
4.      DPD belum mampu meningkatkan kesetaraan sebagai lembaga negara dengan DPR RI terutama secara kualitas.
5.      Pemenuhan dan perwujudan aspirasi rakyat dan daerah Jawa Tengah yang strategis, dan pemecahan masalah daerah jawa tengah dalam forum DPD sangat kurang.
6.      Masalah daerah Jawa tengah yang cukup banyak baik dalam pengentasan kemiskinan, perbaikan infra struktur, peningkatan kesejahteraan yang adil dan merata yang belum terpenuhi.
7.      Peningkatan mutu pendidikan sekaligus kualitas gaji para pendidiknya baik tenaga wiyata bhakti di sekolah negeri maupun swasta yang belum memadai dan perlu diperjuangkan peningkatannya.
8.      Peningkatan kerukunan beragama menuju kepada masyarakat yang saling asih, asah, asuh di Jawa Tengah.
Dari berbagai issu dan perjalanan DPD selama ini baik sebelum maupun setelah yudicial reviev MK  dan berbagai masalah yang dihadapi kedepan, diketengahkan rumusan Visi dan Misi sbb :  
   
 VISI :
Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah Jawa Tengah pada DPD RI sebagai lembaga negara yang setara dan mampu mengawal dan  memperjuangkan aspirasi rakyat dan  daerah menuju pelaksanaan otonomi daerah yang luas untuk kesejahteraan rakyat dalam wadah Negara Kesatuan RI”

Misi :
1.      Memperjuangkan aspirasi rakyat daerah Provinsi Jawa Tengah pada khususnya dan  Indonesia pada umumnya,  dalam mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
2.      Mengangkat dan mengedepankan issu-issu yang penting dan strategis  daerah, agar mendapat perhatian dan penangan yang cepat oleh pemerintah pusat maupun daerah.
3.      Memperjuangkan kesetaraan DPD RI sebagai lembaga negara yang berperan sebagai “ regional representation”.
4.      Mengembangkan pola hubungan yang strategis dan sinergis antar anggota DPD dari Jawa Tengah maupun antar anggota DPD serta dengan anggota lembaga legislatif yang lain, demi terwujudnya aspirasi rakyat dan daerah.
5.      Mengoptimalkan fungsi kantor DPD di daerah, dan waktu sebagai anggota DPD untuk melayani segenap aspirasi rakyat dan daerah, memperjuangkan terwujudnya aspirasi rakyat dan daerah dengan sepenuh tenaga.
6.      Memperjuangkan sepenuhnya permasalahan strategis yang muncul dan dihadapi rakyat dan daerah seperti masalah peningkatan kualitas pendidikan dan pendidiknya, serta kualitas gajinya terutama yang berstatus wiyata bhakti di sekolah negeri maupun swasta,  untuk mendapat pemecahan dan penangannya oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
7.      Mengedepankan kerukunan intern dan antar umat beragama di Jawa Tengah menuju masyarakat yang saling asih, asah dan asuh dan ukuwah insaniah.

PENUTUP

Fungsi satu lembaga negara ditentukan oleh kewenangan yang ada pada lembaga tersebut, sistem kerja dan orang yang ada dilembaga tersebut. Demikian pula DPD RI, kedepan lembaga ini pada periodisasi ke tiga,  periode 2014-2017 DPD dengan kewenangan yang “baru” dari hasil Keputusan MK 2013, sistem kerja yang lebih sistemik diplomatis, akan mampu mewujudkan fungsi DPD secara minimal syukur bisa optimal apalagi maksimal, hal ini tentunya akan berimplikasi pada peran DPD RI untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah akan lebih maksimal pula. 

1 komentar:

Calon DPD RI Sumatera Selatan https://nandriani.com/

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More