Kamis, 05 Desember 2013

Berencana Bikin Rumah Baca untuk Warga


image

Dalam hitungan hari, Hendro Martojo akan lengser dari jabatannya sebagai bupati Jepara. Dia bakal melepas jabatan yang disandangnya dua periode itu pada 5 Maret mendatang. Hendro berbagi pengalaman sebagai ’’komandan’’ birokrasi Jepara.
SUDAH 15 tahun Hendro Martojo menempati kompleks Pendapa Kabupaten Jepara, mulai saat menjabat sektetaris daerah (sekda) selama lima tahun, lalu menjadi bupati periode pertama pada 2002-2005, dan periode kedua 2007-2012.
’’Saya masih bekerja seperti biasa, sampai 5 Maret nanti,’’ kata Hendro di ruang kerjanya, pekan kemarin.
Kebiasaan yang sering dilakukannya adalah berkeliling desa-desa, baik hadir dalam sebuah acara resmi maupun silaturahmi biasa dengan masyarakat. Menyambangi dan berdialog langsung merupakan cara Hendro dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, selain komunikasi tanpa tedeng aling-aling melalui pesan singkat (SMS).
Baru-baru ini, dia menerima SMS dari seorang ibu. Setelah saling berbalas SMS, ibu itu ternyata bakul ikan di Kelurahan Ujungbatu, Jepara, yang ingin bersalaman dengannya di ruang kerja bupati. Hendro akhirnya titip pesan ke Satpol PP yang bertugas di setda untuk menerima tamu sebagaimana ciri-ciri yang disebut.
’’Akhirnya ibu itu ketemu di ruangan saya, ngobrol, salaman dan pulang,’’ tutur Hendro.
Hendro, yang namanya kini menjadi laman berita daerah melalui www.hendromartojo.info, dikenal sebagai pemimpin yang mempunyai mobilitas dan daya jelajah tinggi. Hampir setiap hari, kalau tidak ada acara dinas penting, ia menyempatkan diri untuk berkeliling ke desa-desa.
Di samping itu, Hendro juga dikenal sebagai figur pimpinan yang dekat dengan berbagai kalangan. Salah satu ciri yang menonjol dari dirinya adalah kebiasaan bersilaturahmi atau mengunjungi masyarakat dan tokoh masyarakat dari berbagai golongan dan lapisan. Ia berprinsip, dengan membiasakan silaturahmi dan komunikasi dua arah, maka tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan.
Karena itu, SMS menjadi ruang aspirasi yang sangat ia perhatikan. Ia mengaku rata-rata tiap hari menerima 50 SMS. Jika musim hujan dengan potensi bencana alam tinggi, jumlah SMS yang masuk bisa berlipat-lipat.
Padahal, tiap satu aduan atau satu SMS, ia setidaknya harus meladeninya dengan empat atau lima SMS. Sebab dia akan berkirim ke pejabat terkait, lalu mengembalikan ke warga dalam nuansa tanya jawab mencari jalan keluar.
’’Komunikasi model SMS ini 24 jam. Ya, gimana lagi, memang seperti ini alamnya,’’ tutur Hendro.
Kedekatan dan pola komunikasi dua arah itu yang membuat dia dekat dengan warga. Dalam setiap dialog interaktif di Radio Kartini (milik Pemkab), penelepon secara terbuka menyampaikan terima kasih atas kepemimpinannya. Bahkan tempo hari, beberapa penelepon menyatakan ”Pak Hendro bupati abadi”.
Di banyak forum, banyak pula yang bertanya, akan ke mana setelah lengser. Hendro tak pernah menjawab secara pasti, kecuali keinginan untuk hidup mengalir.
’’Rumah saya di Jepara (Perumahan Tahunan) masih dikontrak orang sampai Juni nanti, jadi belum bisa langsung saya tempati. Sementara nanti ikut anak di Pucang Gading (Semarang-red),’’ kata Hendro.
Ingin jadi anggota DPR? Hendro mengaku belum berpikir ke situ. ’’Kalau yang sudah pasti ya membuat Lembaga Pelestari Ukir, Tenun dan Batik Jepara,’’ kata Hendro.
Itu adalah lembaga yang dia dirikan dengan tujuan untuk mengkaji sekaligus nguri-uri kekayaan seni budaya Jepara.
Pria kelahiran Pati, 22 Oktober 1953 itu sempat berpikir untuk membikin lembaga advokasi yang bertalian dengan otonomi daerah, dengan basis yang lebih luas. Namun hal itu masih dalam bentuk gagasan.
Satu hal yang diakui Hendro, Jepara adalah bagian penting dalam pengabdiannya selama menjadi birokrat. Mulai dari menjadi pegawai negeri sipil kelas bawah, camat, hingga bupati. Karena itu dia akan menempatkan Jepara sebagai bagian dari aktivitasnya setelah tidak lagi menjabat bupati.
Akhir pekan kemarin, suami dari Endang Budhiwati itu memberesi ratusan buku koleksinya di ruang peringgitan pendapa kabupaten. Itu adalah buku-buku bacaannya selama bertempat di pendapa yang juga pernah ditinggali Raden Ajeng Kartini.
Hendro, yang dalam beberapa tahun terakhir mengampanyekan budaya membaca, berencana mendirikan sebuah rumah kecil untuk perpustakaan di desa. ’’Ada lahan sedikit di Desa Teluk Awur (Jepara-red). Masih rawa-rawa. Sekarang baru diuruk, nanti bisa untuk gubuk atau ruang baca warga,’’ tuturnya.
Dalam beberapa tahun ini, Hendro menggalakkan operasionalisasi perpusatkaan keliling. Ia melihat budaya membaca sejak dini sebagai investasi penting pembangunan sumber daya manusia. Karena itu upaya untuk mendekatkan anak-anak di desa pelosok dengan buku terus dilakukan. Beberapa tempat sudah dirikan ruang baca, termasuk di kapal penyeberangan Jepara-Karimunjawa.
Hendro memang belum mengungkapkan rencana besarnya setelah lengser, karena saat ini lebih memilih untuk menyiapkan kegiatan-kegiatan ringan.


sumber: www.suaramerdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More